top of page

Melawan Stigma dan Bangkit dari Kegagalan

Tidak mudah bukan berarti tidak bisa dilalui

Bangkit dari Kegagalan

If you focus on your hurtful moments, you'll continue to suffer. If you focus on the lessons, you'll continue to grow. (Jika kamu fokus pada momen-momen yang menyakitkanmu, kamu akan terus menderita. Jika kamu fokus pada pelajarannya, kamu akan bertumbuh) Unsaid Words


Pernah suatu malam saya duduk dalam keheningan, berbicara dan bergelut dengan pikiran; sendirian. Rasanya, sudah tidak bisa menangis lagi.


Saya merangkul diri saya dan membatin, "It's okay. Semua yang terjadi adalah proses kehidupan. Pelajaran yang mendewasakan. Inhale-exhale."


Dalam lamunan, saya ingat kata-kata penyemangat dari sahabat saya. "Apa yang terjadi itu adalah ketentuan. Nggak ada yang salah atau benar, babe. At least, lo sudah perjuangin apa yang lo perlu perjuangin, kan? Inget, kesehatan mental lo. Itu yang penting untuk saat ini. Believe or not, gue merinding denger cerita lo."

Overthinking
Overthinking

Jujur, banyak ujian hidup yang saya alami sepanjang tahun 2020. Tidak terbatas pandemi, melainkan mental health issue, pekerjaan, dan relationship. Dan saya pikir, it was not easy. Tetapi, lagi-lagi, kita hanya manusia. Kita membuat rencana, Tuhan yang menentukan hasil akhirnya.


Di dalam tahun yang sama, beberapa kali saya dihadapkan oleh dua pilihan yang sama-sama sulit. Saya dibuat bingung dengan pilihan hidup saya sendiri. Kedua pilihan tersebut jelas memiliki risiko dan konsekuensi.


Suatu hari, saya harus memilih antara X dengan Y. Keduanya memiliki pros and cons; positive and negative. Pada lain hari, pilihannya semakin sulit, saya seperti diletakkan di jalan buntu. "Buah Simalakama", dua kata yang bisa saya ungkapkan saat itu. Maju kena, mundur kena. Saya sampai pernah berada di fase "I can't choose. God, please help me. Give me the answer. Show me your mercy."

Confused
Confused

Jika hari ini jawaban yang diberikan Tuhan adalah tidak, sebagai orang yang beriman, saya harus menerima itu, meskipun hal tersebut menyisakan banyak pertanyaan di kepala.


Seorang teman yang bijak pernah berkata kepada saya, "Ingat, Fin, 'tidak' juga merupakan jawaban Tuhan."


Saya merenungkan ucapan itu. Seperti yang kita ketahui, Tuhan itu memiliki tiga jawaban atas doa manusia, "Ya", "Tidak sekarang (Ya), nanti", dan "Tidak, ada yang lebih baik".


Mungkin saat ini saya belum bisa mengartikan jawaban "Tidak" tersebut. But one day, I will understand kenapa "Tidak" adalah sebuah jawaban yang tepat untuk saya. Bukankah Tuhan menguji kita karena kita mampu? Bukankah setiap ujian ada hikmahnya? Bukankah ujian bisa jadi penggugur dosa? Bukankah Tuhan memberikan jawaban "Tidak" karena Dia punya rencana yang lebih baik atas hidup hamba-Nya?

God answers
Allah always has three replies to our prayers

Lalu, pelajaran apa yang saya dapatkan di tahun 2020?


Tahun 2020 mengajarkan saya tentang arti sebuah risiko dan konsekuensi. Berat, ya? Tergantung, kita mau mengartikannya berat atau ringan. Sebab, Tuhan memberikan ujian hidup manusia itu disesuaikan kemampuan hamba-Nya. Bagi kita berat, belum tentu bagi yang lain. Begitu pula sebaliknya. Jadi, tidak akan apple to apple membandingkan hidup kita dengan orang lain. Sebab tingkat kesulitan (ujiannya) berbeda.


Lessons learned
Lessons learned

Saya tahu, banyak dari kita sering merasa takut mengambil risiko atas hidup yang dimiliki. Bahkan, beberapa takut terlihat bodoh dan gagal sehingga memilih jalan hidup yang lebih aman dalam jangka pendek. Menggadaikan kebahagiaan, misalnya.


Menurut Faiz dalam telegram Morning with Faiz, dengan memilih solusi jangka pendek, kita akan mengorbankan kebahagiaan jangka panjang.


"Untuk bertumbuh kita harus berani untuk terlihat bodoh, setidaknya dalam jangka pendek. Seperti juga untuk mencapai kesuksesan, kita harus berani untuk dilihat sebagai orang gagal. Fokuslah pada pilihan yang menguntungkan dalam jangka panjang, walaupun harus membuat kamu terlihat bodoh atau gagal dalam jangka pendek. Toh, nanti orang lain akan segera lupa kegagalanmu begitu melihat kamu sudah sukses kelak," lanjutnya.


Ungkapan Faiz tersebut senada dengan Denis Waitley, seorang motivator dan penulis "The Psychology of Winning" asal Amerika. Waitley berkata, "Failure should be our teacher, not our undertaker. Failure is delay, not defeat. It is a temporary detour, not a dead end. Failure is something we can avoid only by saying nothing, doing nothing, and being nothing. (Kegagalan seharusnya menjadi guru kita, bukan pengurus kita. Kegagalan adalah penundaan, bukan kekalahan. Persimpangan sementara, bukan jalan buntu. Kegagalan adalah sesuatu yang dapat kita hindari hanya dengan tidak mengatakan apa-apa, tidak melakukan apa-apa, dan tidak menjadi apa-apa).”

Learning from failure
Learning from failure

Tak hanya itu, mantan ibu Negara Amerika Serikat, Michelle Obama pun menyatakan bahwa kegagalan adalah bagian dari proses dan kita hanya perlu belajar untuk bangkit. Introspeksi atas semua yang terjadi itu penting.


Jangan sampai terjebak pada perasaan bersalah atas pilihan yang telah kita buat. Sampai-sampai merutuki diri terus-menerus. Dengan menyadari dan belajar dari semua hal yang kita lalui, itu menandakan kita bertumbuh.


Yakinlah, jika kita bangkit, berarti kita sedang memberikan diri kita peluang untuk menemukan dan mendapatkan kebahagiaan yang memang ditakdirkan untuk kita.


Ingatlah kata-kata Barack Obama, "You can’t let your failures define you. You have to let your failures teach you. (Kamu tidak bisa membiarkan kegagalan menggambarkan dirimu. Kamu harus membiarkan kegagalan mengajarkanmu (sesuatu)."

 
 
 

Comments


  • linkedin
  • instagram
  • generic-social-link

©2019 by Afina Dhuhaini. Proudly created with Wix.com

bottom of page